MAKALAH
“Sertifikasi Guru”
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Profesi Keguruan
Disusun oleh:
Moh Syaifullah
NPM: 090401090477
Kelas : J-R2
Universitas Kanjuruhan Malang
Tahun Akademik 2011-2012
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen menyatakan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Guru profesional harus memiliki kualifikasi akademik minimum sarjana (S-1) atau diploma empat (D-IV), menguasai kompetensi (pedagogik, profesional, sosial dan kepribadian), memiliki sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga profesional tersebut dibuktikan dengan sertifikat pendidik. Lebih lanjut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru tersebut mendefinisikan bahwa profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.
Diharapkan agar guru sebagai tenaga profesional dapat berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran dan berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Dengan terlaksananya sertifikasi guru, diharapkan akan berdampak pada meningkatnya mutu pembelajaran dan mutu pendidikan secara berkelanjutan.
Rumusan Masalah
Dengan melihat latar belakang maka dapat disimpulkan beberapa Rumusan Masalah sebagai berikut :
- Apa saja yang menjadi tahapan dalam sertifikasi guru?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Guna meningkatkan mutu pembelajaran dan pendidikan di Indonesia, pemerintah telah meluncurkan berbagai kebijakan, salah satunya yang saat ini sedang hangat dibicarakan adalah kebijakan yang berkaitan dengan sertifikasi guru. Meski dengan kuota yang terbatas, di beberapa daerah,– melalui Dinas Pendidikan setempat- saat ini sedang menawarkan kepada guru-guru yang dianggap telah memenuhi syarat untuk diajukan sebagai calon peserta sertifikasi.
Sambutannya memang luar biasa, para guru sangat enthusias untuk mengikuti kegiatan seleksi ini, bahkan para guru yang diberi tugas tambahan sebagai kepala sekolah pun ramai-ramai ikut mendaftarkan diri sebagai calon peserta, terlepas apakah yang bersangkutan masih aktif atau tidak aktif menjalankan profesi keguruannya. Barangkali, motivasi yang sangat kuat untuk ikut serta dalam ajang ini adalah disamping keinginan memperoleh legitimasi sebagai guru profesional atau guru yang kompeten, tentunya daya tarik dari disediakannya tunjangan profesi dan fasilitas lainnya yang lumayan menggiurkan.
Dalam Permendiknas Nomor 18 tahun 2007 tentang Sertifikasi bagi Guru dalam Jabatan disebutkan bahwa sertifikasi bagi guru dalam jabatan dilaksanakan melalui uji kompetensi dalam bentuk penilaian portofolio alias penilaian kumpulan dokumen yang mencerminkan kompetensi guru, dengan mencakup 10 (sepuluh) komponen yaitu :
(1) kualifikasi akademik,
(2) pendidikan dan pelatihan,
(3) pengalaman mengajar,
(4) perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran,
(5) penilaian dari atasan dan pengawas,
(6) prestasi akademik,
(7) karya pengembangan profesi,
(8) keikutsertaan dalam forum ilmiah,
(9) pengalaman organisasi di bidang pendidikan dan sosial, dan
(10) penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan.
Jika kesepuluh komponen tersebut telah dapat terpenuhi secara obyektif dengan mencapai skor minimal 850 atau 57% dari perkiraan skor maksimum (1500), maka yang bersangkutan bisa dipastikan untuk berhak menyandang predikat sebagai guru profesional, beserta sejumlah hak dan fasilitas yang melekat dengan jabatannya.Sayangnya, untuk memenuhi batas minimal 57 % saja ternyata tidak semudah yang dibayangkan, sejumlah permasalahan masih menghadang di depan.
Permasalahan tidak hanya dirasakan oleh para guru yang belum memiliki kualifikasi D4/S1 saja, yang jelas-jelas tidak bisa diikutsertakan, tetapi bagi para guru yang sudah berkualifikasi D4/S1 pun tetap akan menjumpai sejumlah persoalan, terutama kesulitan guna memenuhi empat komponen lainnya, yaitu komponen:
(1) pendidikan dan pelatihan,
(2) keikutsertaan dalam forum ilmiah,
(3) prestasi akademik, dan
(4) karya pengembangan profesi.
Saat ini, keempat komponen tersebut belum sepenuhnya dapat diakses dan dikuasai oleh setiap guru, khususnya oleh guru-guru yang berada jauh dari pusat kota. Frekuensi kegiatan pelatihan dan pendidikan, forum ilmiah, dan momen-momen lomba akademik relatif masih terbatas. Begitu juga budaya menulis, budaya meneliti dan berinovasi belum sepenuhnya berkembang di kalangan guru. Semua ini tentu akan menyebabkan kesulitan tersendiri bagi para guru untuk meraih poin dari komponen-komponen tersebut.Oleh karena itu, jika ke depannya kegiatan sertifikasi guru masih menggunakan pola yang sama, yaitu dalam bentuk penilaian portofolio dengan mencakup 10 (sepuluh komponen) seperti di atas, maka perlu dipikirkan upaya-upaya agar setiap guru dapat memperoleh kesempatan yang lebih luas untuk meraih poin dari komponen-komponen tersebut, diantaranya melalui beberapa upaya berikut ini:
- Meningkatkan kuantitas dan kualitas kegiatan pendidikan dan pelatihan, serta forum ilmiah di setiap daerah dan para guru perlu terus-menerus dimotivasi dan difasilitasi untuk dapat berpartisipasi di dalamnya. Memang idealnya, kegiatan pendidikan dan pelatihan atau mengikuti forum ilmiah sudah harus merupakan kebutuhan yang melekat pada diri individu guru itu sendiri, sehingga guru pun sudah sewajarnya ada kerelaan berkorban, baik berupa materi, tenaga dan fikiran guna dan mengikuti kegiatan pendidikan dan pelatihan maupun forum ilmiah. Tetapi harus diingat pula bahwa kegiatan pendidikan, pelatihan dan forum ilmiah tidak hanya untuk kepentingan individu guru yang bersangkutan semata, tetapi organisasi pun (baca: sekolah atau dinas pendidikan) didalamnya memiliki kepentingan. Oleh karena itu sudah sewajarnya jika sekolah atau dinas pendidikan berusaha seoptimal mungkin untuk memfasilitasi kegiatan pendidikan dan pelatihan atau forum ilmiah bagi para guru.
- Meningkatkan frekuensi moment lomba-lomba, baik untuk kalangan guru maupun siswa (guru akan diperhitungan dalam perannya sebagai pembimbing) di daerah-daerah, secara berjenjang mulai dari tingkat sekolah, kecamatan sampai dengan tingkat kabupaten dan bahkan bila memungkinkan bisa diikutsertakan pada tingkat yang lebih tinggi. Lomba bagi guru tidak hanya diartikan dalam bentuk pemilihan guru berprestasi yang sudah biasa dilaksanakan setiap tahunnya, tetapi juga bentuk-bentuk perlombaan lainnya yang mencerminkan kemampuan akademik, pedagogik dan sosio-personal guru. Kegiatan lomba bagi guru dan siswa pada tingkat sekolah sebenarnya jauh lebih penting, karena melalui ajang lomba pada tingkat sekolah inilah dapat dihasilkan guru-guru dan siswa terpilih, yang selanjutnya dapat diikutsertakan berkompetisi pada ajang lomba tingkat berikutnya. Agar kegiatan lomba pada tingkat sekolah memperoleh respons positif, khususnya dari para guru, sudah barang tentu sekolah harus mampu memberikan apresiasi yang seimbang dan menarik.
- Untuk menumbuhkan budaya menulis, kiranya perlu dipikirkan agar di setiap sekolah diterbitkan bulletin, majalah sekolah atau media lainnya (publikasi melalui internet atau majalah dinding, misalnya), yang beberapa materinya berasal dari para guru secara bergiliran. Dalam hal ini, untuk sementara bisa saja mengabaikan dulu apakah berbobot atau tidaknya karya tulisan mereka, yang diutamakan di sini adalah kemauan mereka untuk memulai menulis. Apabila memang ditemukan karya guru yang dipandang bagus dan berbobot, tidak ada salahnya untuk mencoba dikirimkan ke majalah atau koran-koran tertentu yang memungkinkan bisa dipertimbangkan untuk kepentingan penilaian sertifikasi.
- Untuk menanamkan budaya meneliti di kalangan guru, sekolah-sekolah dapat memfasilitasi dan memberikan motivasi kepada guru untuk melaksanakan kegiatan Penelitian Tindakan Kelas, bisa saja dalam bentuk lomba Penelitian Tindakan Kelas atau bahkan bila perlu dengan cara mewajibkan para guru untuk melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas, minimal dalam satu tahun satu kali. Di samping untuk kepentingan penilaian sertifikasi, kegiatan Penelitian Tindakan Kelas terutama dapat dimanfaatkan untuk kepentingan perbaikan mutu proses pembelajaran guru yang bersangkutan, sehingga guru tidak terjebak dan berkutat dalam proses pembelajaran yang sama sekali tidak efektif. Tentunya, dalam hal ini setiap hasil karya dari setiap guru perlu diapresiasi secara seimbang pula, baik dalam bentuk materi maupun non materi.
Penyelenggaraan kegiatan pendidikan dan pelatihan, forum ilmiah dan aneka lomba akademik bagi guru, sudah pasti harus menjadi tanggung jawab pemerintah, khususnya pemerintah daerah melalui sekolah atau Dinas Pendidikan setempat. Akan tetapi, organisasi profesi, perguruan tinggi dan masyarakat setempat pun seyogyanya dapat turut ambil bagian untuk menyelenggarakan dan memfasilitasi kegiatan-kegiatan tersebut, sebagai wujud nyata dari tanggung jawab dan kepeduliannya terhadap pendidikan.
Dengan semakin terbukanya peluang-peluang untuk mengikuti berbagai kegiatan di atas, maka kesempatan guru untuk memperoleh poin penilaian dalam rangka mengikuti program sertifikasi pun semakin terbuka lebar. Bersamaan itu pula, niscaya kualitas guru dapat menjadi lebih baik dalam mengantarkan pendidikan dan sumber daya manusia Indonesia menuju ke arah yang lebih berkualitas.
Masih seputar permasalahan sertifikasi guru, khusus untuk para konselor/guru pembimbing tampaknya harus lebih bersabar lagi, karena hingga saat ini sepertinya pemerintah belum sepenuhnya menunjukkan keberpihakannya pada profesi ini. erbagai ketidakjelasan dalam kebijakan tentang konseling di sekolah, termasuk dalam hal sertifikasi konselor/guru pembimbing masih tetap dirasakan membingungkan, misalnya dalam menilai perencanaan dan pelaksanaan konseling, saat ini terpaksa masih menggunakan instrumen penilaian perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, yang sebenarnya isi dan indikatornya kurang sesuai dengan karakteristik tugas dan pekerjaan konseling.
Padahal, kita mencatat ada beberapa nama pakar konseling yang secara langsung atau tidak langsung terlibat dalam perumusan kebijakan sertifikasi guru ini, namun tampaknya suara mereka masih parau, sehingga tak mampu untuk mengangkat nasib profesinya sendiri. Selain itu, para konselor/guru pembimbing pun sebetulnya sudah memiliki organisasi tersendiri yang disebut Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN), tetapi tampaknya kekuatan organisasi ini pun masih belum memiliki taring yang tajam untuk memperjuangkan nasib anggota profesi dan eksisitensi profesinya sendiri dalam kebijakan pendidikan nasional kita. Meskipun dalam organisasi profesi ini banyak pakar konseling yang terlibat sebagai pengurus maupun anggota organisasi, tetapi rupanya kepakaran mereka tidaklah cukup untuk meyakinkan pemerintah dalam membuat kebijakan pendidikan yang benar-benar memiliki keberpihakan pada profesi konseling, yang pada akhirnya profesi konseling tetap saja dalam posisi yang termarjinalkan. Memang sungguh sangat tragis dan menyakitkan, dan itulah salah satu lagi bukti dari “keajaiban” kebijakan pendidikan kita !
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dengan adanya program sertifikasi guru diharapkan kinerja guru akan meningkat sehingga mutu pendidikan di Indonesia juga akan meningkat ke arah yang lebih baik.Setelah sertifikasi diharapkan guru dapat memenuhi empat komponen seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Guru dan Dosen Pasal 10 dan Peraturan Pemerintah tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 28, kompetensi guru meliputi empat komponen yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, professional, dan social.Namun dalam prakteknya,banyak guru yang tidak dapat memenuhi keempat komponen tersebut dan dari beberapa penelitian juga menunjukan bahwa kinerja guru tidak meningkat setelah adanya sertifikasi dan cenderung masih sama sebelum adanya sertifikasi. Untuk menjaga mutu guru yang sudah lolos sertifikasi seharusnya ada pola pembinaan dan pengawasan yang terpadu dan berkelanjutan bagi para guru..
Undang-Undang Guru dan Dosen (UUGD) telah ditetapkan dan sudah menjadi suatu kebijakan untuk mewujudkan guru yang profesional dan menetapkan kualifikasi dan sertifikasi sebagai bagian penting dalam menentukan kualitas dan kepentingan guru. Upaya sungguh- sungguh perlu dilaksanakan untuk mewujudkan guru yang profesional, sejahtera dan memiliki kompetensi. Hal ini merupakan syarat mutlak untuk menciptakan sistem dan praktek pendidikan yang berkualitas sebagai prasyarat untuk mewujudkan kemakmuruan dan kemajuan bangsa Indonesia.
Saran – Saran
- Dihadapan masyarakat, keberadaan seorang guru dianggap dan dipandang sebagai orang yang memiliki kemampuan (Pendidikan) yang tinggi.
- Seorang guru harus betul-betul komitmen dalam menjalankan tugasnya, karena berhasil tidaknya pendidikan tergantung pada potensi seorang guru.
DAFTAR PUSTAKA
Mulyono,dkk.2008.” Dampak Sertifikasi Terhadap Kinerja Guru di SMP Negeri 1 Lubuklinggau”.www.pdfqueen.com.Diunduh pada 28 Oktober.
Firman Parlindungan.2009 . “Pengaruh Negatif Sertifikasi Guru Berbasis Portofolio Terhadap Kinerja dan Kompetensi Guru “.www.infodiknas.com.Diunduh pada 28 Oktober.
Rahadian,Randy.2009.”Pengaruh Sertifikasi Terhadap Kinerja Guru” . www.randyrahadian.blog.upi.edu. Diunduh pada 3 Desember.
Anonim.2009. ”Kinerja Guru Rendah Produktivitas Tinggi Saat Mengikuti Sertifikasi”. www.penapendidikan .com .Diunduh pada 3 Desember.
Firman Parlindungan.2009 . “Pengaruh Negatif Sertifikasi Guru Berbasis Portofolio Terhadap Kinerja dan Kompetensi Guru “.www.infodiknas.com.Diunduh pada 28 Oktober.
Rahadian,Randy.2009.”Pengaruh Sertifikasi Terhadap Kinerja Guru” . www.randyrahadian.blog.upi.edu. Diunduh pada 3 Desember.
Anonim.2009. ”Kinerja Guru Rendah Produktivitas Tinggi Saat Mengikuti Sertifikasi”. www.penapendidikan .com .Diunduh pada 3 Desember.
0 comments:
Post a Comment